34ºc, Sunny
Halo... Berita hari ini 18-Sep-2025 14:13:39
Syekh Kadirun Yahya adalah sosok ulama dan sufi terkemuka yang ajaran-ajarannya memiliki relevansi mendalam dalam memahami esensi kehidupan. Salah satu inti pemikirannya terletak pada metafisika, yaitu cabang filsafat yang membahas hakikat realitas, keberadaan, dan pengetahuan di luar pengalaman indrawi. Bagi Syekh Kadirun Yahya, metafisika bukan sekadar disiplin ilmu yang bersifat teoritis, melainkan sebuah jalan spiritual untuk mencapai pemahaman sejati tentang diri dan semesta.
Melalui ajaran-ajarannya, beliau mengajak murid-muridnya untuk menyelami dimensi batin, melampaui batasan fisik dan materi. Konsep mengenal diri menjadi gerbang utama dalam memahami semesta. Syekh Kadirun Yahya menekankan bahwa dengan memahami siapa kita sesungguhnya – hakikat rohani di balik keberadaan fisik – kita akan mulai membuka tabir rahasia alam semesta dan koneksi kita dengan Sang Pencipta.
Pemahaman metafisika Syekh Kadirun Yahya juga berpusat pada kesatuan wujud (wahdatul wujud), di mana segala sesuatu di alam semesta adalah manifestasi dari Wujud Tunggal Ilahi. Dengan menyelami ajaran ini, seseorang diajak untuk melihat keindahan dan kesempurnaan Tuhan dalam setiap ciptaan, sehingga menumbuhkan rasa syukur, cinta, dan ketundukan. Ini adalah perjalanan spiritual yang tidak hanya memperkaya intelek, tetapi juga mengantarkan pada kedamaian batin dan pencerahan.
Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya mulai mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah pada tahun 1950. Saat itu Beliau belum memiliki surau sendiri. Atas perintah dan izin dari Sayyidi Syaikh Muhammad Hasyim, guru Beliau, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya bersama dengan murid-muridnya mengadakan suluk di surau gurunya yang terletak di Buayan, Lubuk Aluang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Beberapa waktu kemudian, Beliau membuka surau di Bukittinggi, dan sempat menyelenggarakan beberapa kali suluk di sana.
Selanjutnya, pada tahun 1954 Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya hijrah ke kota Medan. Saat meninggalkan Bukittinggi dan Padang, Beliau sudah menghasilkan sepuluh orang Khalifah pertama, yaitu:
1. Khalifah Drs. Yahya Senawat
2. Khalifah Ir. Sofyan Abdullah
3. Khalifah Drs. Rustam Gani
4. Khalifah Arfan Sawi
5. Khalifah Marah Halim Siregar
6. Khalifah A. Husin Djindan
7. Khalifah Machmud Fatah
8. Khalifah Yusaf Rahman
9. Khalifah Khairuddin
10. Khalifah A. Riva’i Rakub Sutan Hidayat
Selanjutnya Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya tidak lagi menggunakan istilah “khalifah” bagi muridnya yang telah banyak suluk, sebab menurut Beliau istilah tersebut terlalu tinggi. Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya beranggapan bahwa kekhalifahan/pengganti biarlah ditentukan oleh Allah SWT, kelak.
Di Kota Medan, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya melaksanakan kegiatan tarekat dan suluk di rumah kakak Beliau di Jln. Mahkamah, Kota Medan. Di belakang rumah kakaknya inilah Beliau mendirikan surau kecil yang terbuat dari kayu, yang kemudian berpindah lagi ke Jl. Binjai kompleks SPMA Negeri.
Berhubung kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah dilakukan di SPMA Negeri, maka banyak murid SPMA ikut mempelajari Tarekat Naqsyabandiyah bahkan menjadi Ansor. Beliau membimbing dan membiayai Ansor yang tinggal bersama Beliau dengan gaji pribadinya. Saat itu Ansor Beliau sudah mencapai jumlah seratus-an orang.
Seiring dengan bertambahnya pengikut Tarekat Naqsyabandiyah, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya membesarkan surau kayu kecilnya yang dipindahkan dari Jln. Mahkamah ke Jln. Binjai (sekarang bernama Jln. Jend. Gatot Subroto Km 4,5), dan surau kayu kecil itu jugalah yang diperbesar oleh Beliau untuk melaksanakan kegiatan suluk empat atau lima kali dalam setahun. Beberapa tahun kemudian, surau ini berkembang menjadi besar, dan di lokasi ini juga Beliau mendirikan Akademi Metafisika, yang saat ini dikenal dengan nama Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB).
Salah satu fenomena Islam Indonesia sejak tahun 1990-an adalah adanya perdebatan pendapat di antara ilmuwan muslim terkait hubungan agama dan sains, yang memunculkan istilah-istilah seperti islamisasi ilmu pengetahuan, ilmuisasi islam, obyektifikasi islam, keserasian, ayatisasi, integrasi, integrasi – interkoneksi, dan lainnya.
Sejak era tahun 1970-1980-an mulai dikenal nama-nama seperti Rasjidi, Moenawar Chalil, Buya Hamka, Hidajat Nataatmaja, Kuntowijoyo, Mulyadhi Kartanegara, Amin Abdullah, hingga Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, yang mempelopori gerakan agama dan sains ini dalam tiga agenda, yaitu politik penguatan identitas keislaman, semangat melawan sekulerisasi barat, dan sikap defensif yang merupakan bagian dari dakwah.
Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya menggagas pemikiran melalui ilmu metafisika eksakta yang akan mampu menjelaskan apa sebenarnya agama itu. Misteri tentang agama yang misterius, mistis, tak terlihat, dll, bisa didekati dengan menggabungkan ilmu-ilmu eksakta (matematika, fisika, kimia, mekanika, biologi, dll), agar agama lebih bisa diterima oleh pikiran manusia. Umumnya, ajaran agama sulit dipahami karena tidak ada penjelasan yang logis, sehingga iman umat manusia rentan untuk bergeser ke atheisme atau sekulerisme.
Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya menggunakan teori metafisika dari perspektif sains, untuk menunjukkan ilmiahnya ayat-ayat Al-Qur’an, dan bukan hanya sekedar dogmatis.
Menurutnya ilmu metafisika eksakta sangat efektif untuk dipakai dalam menerangkan teori-teori ilmiah dari pelaksanaan teknis ilmu agama, termasuk di dalamnya bidang ilmu tasawuf dan sufi.
Baginya, metafisika adalah fisika di alam meta, merupakan suatu kenyataan tentang keberadaan (realitas) sesuatu secara eksak di alam meta (gaib, transenden, abstrak), maka pendekatan ilmiah dalam pembahasan yang bersifat pasti dan memiliki batasan tertentu, akan lebih mudah mendapat pengertian dan pemahaman, di samping bahwa problem metafisika yang sesungguhnya dapat diterapkan dan dibuktikan eksistensinya, sehingga ilmu eksakta dapat dijadikan sebagai media pendukung dalam lingkungan metafisika dan ilmu pengetahuan.
Dengan latar belakangnya sebagai ilmuwan Fisika-Kimia, menguasai Bahasa Inggris, Jerman dan Belanda, serta menekuni ilmu tasawuf dan tarekat, selain menggunakan dasar Al-Qur’an, al-Hadist dan ijma’ ulama’, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya juga berdakwah menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga pemikiran Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya dinilai sesuai dengan perkembangan umat dan zaman di abad teknologi dan informasi. Inilah yang membedakan pola penyampaian dakwah antara Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya dengan ulama-ulama lainnya.
Menurutnya, teknologi jangan selalu diartikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan mesin atau komputer. Secara sederhana teknologi adalah serangkaian metode yang mencakup pengertian yang lebih luas. Misalnya dalam mencangkul, diperlukan suatu metode atau cara. Tanpa menguasai bagaimana metode mencangkul, maka tidak dapat diperoleh hasil cangkulan yang baik, bahkan bisa membuat orang terluka. Dalam hal contoh sederhana yang lain, memasak misalnya, meskipun telah tersedia alat dan bahan yang diperlukan untuk memasak suatu masakan, tapi jika tidak mengetahui metode atau cara dalam memasak, maka masakan yang dimaksud tentu tidak akan jadi.
Contoh yang lain, tentang air. Apabila diterapkan teknologi elektrolisa, air akan mengeluarkan tenaga dahsyat, air akan terurai menjadi oksigen dan atom hidrogen, yang jika disatukan kembali dan disulut dengan menggunakan api, maka akan meledak dan menyemburkan api yang dapat melebur besi. Jika air dialirkan melalui turbin yang dirangkai dengan dinamo, akan mengeluarkan energi listrik yang mencapai kekuatan hingga 170.000 KVA.
Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan kalimah Allah (zikir) juga tidak akan mampu mengeluarkan tenaga dahsyat, selama tidak dikuasai metodologinya, yang mana teknologi itu disebut oleh Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya dengan istilah “Teknologi Metafisika Al-Qur’an”. Dengan teknologi ini, kalimah Allah dan ayat-ayat Al-Qur’an akan dapat mengeluarkan energi-energi metafisis ke-Tuhan-an yang maha dahsyat.
Biografi Syekh Kadirun Yahya
Syekh Kadirun Yahya dilahirkan di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, pada tanggal 20 Juni 1917 bertepatan dengan 30 Sya'ban 1335 H dari ibu yang bernama Siti Dour Aminah Siregar dan ayah yang bernama Sutan Sori Alam Abdullah Harahap. Ayah Syekh Kadirun Yahya adalah seorang pegawai perminyakan (BPM) Pangkalan Berandan yang berasal dari kampung Sikarang-karang, Padang Sidempuan. Keluarga besarnya adalah keluarga islamis religius yang ditandai dengan nenek dari pihak ayah dan ibunya adalah dua orang Syekh Tarekat, yaitu Syekh Yahya dari pihak ayah dan Syekh Abdul Manan dari pihak ibu. Keluarga ini sering dikunjungi oleh para Syekh pada zaman dahulu.
Riwayat Pendidikan yang ditempuh oleh Prof. Dr. H. Sayyidi Syekh Kadirun Yahya adalah:
1. H.I.S (Hollandsche Inlandsche School) setingkat SD, di Tanjung Pura, 1924 – 1931 (tamat)
2. MULO-B (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP, di Medan, tahun 1931-1935 (tamat dengan voorklasse)
3. AMS-B (Aglemene Middelbare School), setingkat SMU, di Yogyakarta, tahun 1935-1938 (tamat dengan beasiswa)
4. Kuliah Umum Ketabiban tahun 1938-1940
5. Kuliah Ilmu Jiwa, Amsterdam tahun 1940-1942 (tamat)
6. Belajar Tasawuf/Sufi tahun 1947-1954 mendapat 3 buah ijazah
7. Kuliah Indologie dan Bahasa Inggris tahun 1951-1953
8. M.O Bahasa Inggris 1e gedeelte tahun 1953 di Bandung
9. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika tahun 1962
10. Doktor dalam Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika Tahun 1968
11. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Ilmu Fisika-Kimia,tahun 1973
12. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Bahasa Inggris tahun 1975.
Riwayat pekerjaan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya adalah:
1. Guru Sekolah Muhammadiyah di Tapanuli Selatan (1942 - 1945)
2. Kepala industri perang merangkap guru bahasa Panglima Sumatra (Mayjen Suhardjo Hardjowardojo) dengan pangkat Kolonel Infanteri di Komandemen Sumatra Bukit Tinggi 1946 - 1950.
3. Staf pengajar SPMA Negeri Padang pada tahun 1950 - 1955.
4. Staf pengajar SPMA Negeri Medan pada tahun 1955 - 1961.
5. Staf pada Departemen Pertanian pada tahun 1961 - 1968.
6. Ketua umum Yayasan Prof. Dr. Kadirun Yahya pada tahun 1956 - 1998.
7. Guru besar pada beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Sumatera Utara, Unpad, Universitas Panca Budi, Universitas Prof. Dr. Mustopo, SESKOAD, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (1960 - 1978).
8. Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi/Perguruan Panca Budi pada tahun 1961 sampai dengan 1998.
9. Aspri (Asisten Pribadi) Panglima Mandala I Sumatera di bawah pimpinan Letjen A. Yunus Makoginta, sebagai Kolonel Aktif pada masa Dwikora (1964-1965).
10. Aspri (Asisten Pribadi) Panglima Mandala I Sumatra di bawah pimpinan Letjen A. Yunus Makoginta dengan pangkat Kolonel (1965 - 1967).
11. Anggota Dewan Kurator Seksi Ilmiah di Universitas Sumatera Utara pada tahun 1965 sampai dengan 1970.
12. Pembantu khusus dengan pangkat Kolonel aktif pada Dirbinum Hankam di bawah pimpinan Letjen. R. Sugandhy pada tahun 1967-1968.
13. Diperbantukan dari Departemen Pertanian ke Penasehat Ahli Menko Kesra pada tahun 1968 hingga 1974.
14. Penasehat pribadi (free lance) Menteri Pertahanan Malaysia, Dato’ Hj. Hamzah Bin Hj. Abu Samah, tahun 1974-1975
15. Penasehat ahli Menko Kesra, tahun 1986 - 1998.
16. Penasehat ahli/konsultan pada Direktorat Litbang Mabes Polri, Jakarta pada tahun 1990 hingga 2001.
17. Anggota MPR RI periode 1993-1998.